Kena Covid-19 Satu Keluarga

Bulan Juli kemarin, aku dan keluarga terkena COVID-19, tidak tahu terkena dari siapa dan apa. Gejala yang kami alami hampir sama semua yaitu demam, batuk kering, pilek, badan linu-linu, muntah, diare, anosmia (hilangnya indera penciuman) dan hilangnya indera perasa.

Pertama kali yang kena COVID-19 itu papa lalu disusul mama, adekku, dan terakhir aku. Dari kami berempat yang kondisinya cukup parah, sampai dilarikan ke IGD adalah si mama. Mungkin karena mama belum divaksin karena kondisi kesehatannya, mamaku punya penyakit jantung sehingga belum boleh divaksin. Setelah dua minggu karantina, untuk kasus kami karena kluster keluarga maka karantinanya satu bulan setengah, alhamdulillah negatif walaupun setelahnya masih ada gejala seperti batuk-batuk dan anosmia. Kata dokter yang merawat keluarga kami, untuk batuk dan anosmia akan hilang setelah dua bulan, tapi ini tergantung daya tahan tubuh juga. Mamaku anosmianya hilang satu bulan setengah setelah dinyatakan negatif.

Pengalaman COVID-19 ku benar-benar pengalaman yang tidak nyaman dan aman. Lega banget setelah semua terlewati, maklum kami kena COVID-19 pada saat puncaknya dimana kapasitas kamar RS penuh, stok obat di apotek kosong, isi ulang tabung oksigen susah, dan kendala lainnya. Alhamdulillah sesudah kesulitan ada kemudahan, aku diberi kemudahan berupa teman-teman, keluarga, dan rekan kerja yang supportif. Banyak banget dukungan dari mereka baik makanan, materi, dan moril. Terima kasih ya :))

Beberapa hal yang aku pelajari selama terkena COVID-19 antara lain:
  • Hindari pertanyaan "kok bisa kena?" atau "kena darimana?" Jujurly aku dan keluarga juga bingung virusnya datang darimana.
  • Beri pasien space. Space yang dimaksud di sini adalah jangan setiap hari bertanya kondisi pasien karena hari ke-1 sampai hari ke-8 merupakan masa sulit bagi pasien, walaupun kondisi tiap pasien beda-beda, dan pasien bisa stress karena ditanyain terus tiap hari. Ini pengalaman pribadiku ya, aku jujur tertekan dengan pertanyaan "Bagaimana kabar hari ini?" Kami butuh istirahat dan ketenangan.
  • Hindari memberikan saran yang terkesan memaksa karena kita tidak tahu kondisi si Pasien sehingga cukup didoakan dan ditemani dari jauh saja. Biarkan mereka berproses untuk kesembuhan diri mereka sendiri, karena metode pengobatannya beda-beda dan tergantung daya tahan tubuh masing-masing.
Di tulisan kali ini aku juga ingin mengucapkan terima kasih kepada diriku sendiri, "Terima kasih ya karena kamu sudah sanggup (mau dan mampu) menjalani pengalaman COVID-19 yang tidak nyaman dan aman. Terima kasih sudah mau bersabar menjalani prosesnya. You're doing a good job, Woro."




 

Comments

Popular Posts